A.
PENDAHULUAN
Israiliyat
merupakaan cerita yang berkaitan erat dengan Tafsir bil-Ma’tsur (Tafsir
yang berdasarkan Hadits dan Riwayat). Keberadannya disela-sela penafsiran
al-Qur’an bisa menimbulkan perusakan ajaran Islam tanpa disadari oleh umat islam
itu sendiri, khususnya Israiliyat yang merusak aqidah.
Israiliyat
sebenarnya merupakan kisah yang bersumber dari literatur Ahli Kitab, yang
kebanyakan bersumber dari orang Yahudi, atau orang Islam yang dahulunya pernah memeluk
agama Yahudi. Sebenarnya para shahabat yang masuk Islam itu tidak menyampaikan
cerita bohong. Sebab selama mereka memeluk agama Yahudi, kisah-kisah itulah
yang mereka punya. Ketika ada ayat al-Qur’an menyinggung kisah yang sama,
mereka pun memberikan komentar berdasarkan apa yang mereka baca dari
kitab-kitab mereka sebelumnya.
Meskipun
ada kebohongan, tidak serta-merta bersumber dari para shahabat, melainkan
kebohongan tersebut sudah ada sebelum agama mereka. Dalam kitab-kitab tafsir
tidak terlepas dari Israiliyat. Bahakan Muhammad Rasyid Ridha, yang menyusun Tafsir
al-Manar, yang dikenal sabagai mufassir yang sangat menentang keberadaan Israiliyat.
Namaun menurut al-Dazahabi, ternyata dalam tafsir al-Manar terdapat sebagian riwayat
yang bersumber dari Israiliyat.
Sebagian
mufassir ada yang jujur dalam membicarakan masalah Israiliyat. Di antaranya
adalah Ibnu Katsir. Bilau menyebutkan Israiliyat untuk dapat diketahui
masyarakat, hal tersebut bertujuan agar masyarakat tahu keberadaan Israiliyat
yang tidak harus dipercayai. Sehingga masyarakat tidak terpengaruh dengan
tafsiran yang berkenaan Israiliyat.
Adapun
kitab-kitab yang banyak memuat riwayat-riwayat Israiliyat adalah Tafsir
al-Thabari oleh Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thabari; Tafsir Ibnu
Katsir oleh Ibnu Katsir al-Dimasyqi; Tafsir al-Khazin oleh Alaudin
Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Ibrahim bin Umar bin Khalil al-Syaihi.
B.
CONTOH ISRAILIYYAT DALAM AL-QUR’AN
1.
KISAH PERTAMA:
KISAH SEORANG PRIA YANG MELEWATI SEBUAH NEGERI
Kisah ini disebutkan dalam al-Qur’an surat
al-Baqarah ayat: 259
أَوْ
كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّى
يُحْيِي هَذِهِ اللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا فَأَمَاتَهُ اللَّهُ مِئَةَ عَامٍ ثُمَّ
بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ
بَلْ لَبِثْتَ مِئَةَ عَامٍ فَانْظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ
يَتَسَنَّهْ وَانْظُرْ إِلَى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ آَيَةً لِلنَّاسِ وَانْظُرْ
إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا فَلَمَّا تَبَيَّنَ
لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya:
“Atau Apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang
(temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah
menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan
orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya:
"Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?" ia menjawab: "Saya
tinggal di sini sehari atau setengah hari." Allah berfirman:
"Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah
kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi beubah; dan lihatlah kepada
keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu
tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai
itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan
daging." Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan
yang telah mati) diapun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu."
Dalam versi israiliyat ayat di atas dikisahkan
bahwa, pria yang melewati sebuah negeri itu adalah Uzair, sedangkan tempat
tersebut adalah Baitul Maqdis setelah dihancurkan oleh Bakhtanshir yang
mengusir bangsa Yahudi dari wilayah tersebut ke daerah Babilonia.
As-Suyuthi meriwayatkan dalam kitab ad-Durrul
Mantsur dari ibnu Abbas, Ka’ab al-Ahbar, al-Hasan al- Bashri dan Wahb bin
Munabbih mereka berkata, “ Uzair adaalah seorang hamba yang shaleh. Suatu hari,
ia memeriksa ladangnya, kemudian sampailah ia pada tempat reruntuhan dan
puing-puing bangunan baitul maqdis. Tepat pada tengah hari, ia merasakan terik
yang amat sangat, kemudian ia berteduh memasuki reruntuhan itu seraya
mengendarai keledainya. Lalu ia turun dari keledainya sambil membawa sekantung
buah tin dan anggur, kemudian berteduhlah ia dibawah naungan reruntuhan itu.
Sambil berbaring terlentang, isa memandangi
atap rumah reruntuhan itu dan memperhatikan segala yang ada di sana. Atap itu
masih tegap di atas tiang-tiangnya, sedangkan para penghuninya telah binasa.
Kemudian matanya bertumbuk pada tulang belulang yang usang. Ia bergumam.
“bagaimana Allah dapat menghidupkan kembali tulang-tulang itu sesudah
dimusnahkan?” padahal, ia tidak sedikitpun meragukan bahwa Allah Maha Kuasa
menghidupkan kembali tulang-belulang itu, dan perkataan itu hanya karena
takjub. Lalu Allah mengutus malaikat maut untuk mencabut ruhnya dan Allah
mewafatkannya selama seratus tahun.
Setelah berlalu seratus tahun-selama itu
terjadilah berbagai hal dan peristiwa di kalangan Bani Israel. Allah mengutus
kepadanya seorang malaikat. Diciptakan-Nya hatinya agar berfikir juga kedua
matanya agar dapat melihat. Lalu ia mulai berfikir dan memahamai bagaimana
Allah menghidupkan yang telah mati. Kemudian mulailah Allah menyusun
penciptaannya sementara ia menyaksikan semua proses penyusunan kembali
penciptaan tersebut. Lalu Allah melapisi tulang-belulangnya dengan daging dan
kulit, kemudian ditiupkan kepadanya roh. Semua proses kejadian tersebut ia
saksikan dan ia pahami.
Kemudian ia bangun dan terduduk. Malaikatpun
bertanya kepadanya, “berapa lamanya engkau diam di sini?” dia menjawab, “aku
tinggal di sini sehari.” Jawaban itu terlontar karena sebelum diwafatkan, dia
tertidur pada waktu tengah hari ketika matahari begitu menyengat dan
dibangkitkan pada waktu sore hari ketika matahari belum tenggelam, “atau
setengah hari karena belum aku lalui hari ini sepenuhnya.”
Malaikat itu mengatakan kepadanya, “tetapi
engkau telah tinggal selama seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu!”
yaitu roti kering dan sari buah yang telah dibuatnya dalam mangkuk, keduanya
belum berubah dari keadaan semula. Itulah yang dimaksud dengan firman-Nya, “Lam
yatasannah” yang berarti tidak
berubah.
Melihat itu semua seolah-olah hatinya tidak
yakin. Lalu malaikatpun berkata kepadanya, ”kamu tidak percaya pada apa yang
aku katakan? Lihatlah keledaimu! “maka ia memandang keledainya yang sudah
hancur berantakan tulang-belulangnya dan hanya tinggal fosil-fosilnya. Kemudian
malaikat itu memanggil tulang-belulang keledai tersebut, lalu merekapun
menjawab dan datang dari segala penjuru. Malaikat pun menyusunnya kembali
sementara Uzair menyaksikannya. Kemudian
tulang-belulang itu dibalut dengan urat-urat nadi dan syaraf lalu dibungkusnya
dengan daging. Kemudian ia menumbuhkan padanya kulit dan rambut lalu meniupkan
roh kepadanya. Dengan serta merta binatang itu berdiri menegakkan kepala dan
kedua telinganya, mengangkat ke langit sambil meringkik.
Lalu ia menaiki keledainya dan bertolak menuju
tempat asalnya. Setibanya di sana, kaumnya tidak mengenalinya dan ia pun tidak
mengenali kaumnya. Ia juga tidak mengnali rumah-rumah tempat asalnya. Maka
barulah ia dengan penuh perasaan gamang dan bimbang. Sampai akhirnya ia tiba di
rumahnya dan bertemu dengan seorang wanita tua buta dan lumpuh. Wanita itu
telah berusia seratus dua puluh tahun. Wanita itu dulunya seorang budak. Ketika
Uzair pergi meninggalkan kaumnya seratus tahu yang lalu, budak itu masih
berusia dua puluh tahun, ia mengnali dan memahami Uzair dengan baik.
Lalu Uzair pun menghampiri dan menyapanya,
“hai wanita tua apakah ini temapt tinggal Uzair?”
Wanita itu menjawab, “ya!” lalu ia menagis dan
berkata, “tak seorang pun kulihat sejak
sekian lama menyebut Uzair. Semua orang telah melupakannya!”
Uzair berkata, “sungguh sayalah Uzair!” wanita
itu berpekik maha Suci Allah! Kami telah kehilangan Uzair seratus tahu lamanya.
Namanya tidak pernah lagi disebut-sebut!”
Wanita itu berkata, “Uzair adalah seorang yang
selalu dikabulkan do’anya. Ia terbiasa mendokan orang yang sakit dan cacat,
supaya disembuhkan dan normal kembali. Maka berdo’alah kamu kepada Allah agar
Ia mengembalikan kembali penglihatannku, dan aku dapat melihatmu. Jika engkau
memang benar-benar Uzair, aku pasti mengenalimu.”
Maka Uzair pun berdo’a kepada Tuhannya,
kemudian mengusap mata wanita itu dengan telapak tangannya. Lalu wanita itu
mengedip-ngedipkan dan dapat melihat. Uzair pun memegangi tangan wanita itu dan
membimbingnya sambil berkata, “bangunlah dengan izin Allah!” maka Allah menyembuhkan
kelumpuhan kakinya. Wanita itpun dapat berdiri normal, seakan-akan ia terbebas
dari belenggu.
Kemudian wanita itu memperhatikan Uzair dan
berkata setengah terpekik, “aku menjadi saksi bahwa engkau benar-benar Uzair!” Lalu
bergegaslah wanita itu ketempat berkumpulnya Bani Isarail. Ketika itu mereka
sedang mengadakan pertemuan. Salah seorang dari mereka adalah putera Uzair. Ia
kini berusia seratus delapan belas tahun. Disekelilingnya adalah cucu-cucu
Uzair yang telah tua pula usianya.
Wanita itu berkata kepada mereka dengan suara
lantang, “ini adalah Uzair! Ia telah datang kepada kalian!” namun mereka
mendustakannya. Wanita itu berkata lagi “aku ini budak akalian! Si fulanah!
Uzair telah berdo’a kepada Tuhannya untukku, lalu Tuhan berkenan mengembalikan
penglihatannku dan memulihkan kakiku. Ia mengaku bahwa Allah telah mewafatkannya
selama seratus tahun, kemudian dihidupkan kemabali.
Maka bangkitlah semua orang yang hadir dalam
pertemuan itu, lalu menhampirin Uzair. Putranya memandanginya seraya berkata,
“ayahku memiliki tanda hitam di antara kedua pundaknya. “Lalu Uzair menyingkap
pakaian yang menutupi pundaknya, nayatalah bahwa ia memang Uzair.
Lalu bani israel berkata, tak seorangpun di
antara kalian yang hafal kitab Taurat selain Uzair, padahal kitab itu telah
dibakar oleh Bactanashir. Tidak tersisa sedikit pun kecuali apa yang engkau
perintahkan orang-orang untuk menghafalnya, maka tulislah kemabali Taurat untuk
kami!”
Konon, dulu ayah Uzair Surucha, telah mengubur
kitab Taurat ketika terjadi pernyerbuan Bactanashir di tempat yang tidak
diketahui seorang pun kecuali Uzair. Maka bertolaklah Uzair ketempat tersebut,
menggalinya dan mengeluarkan kitab Taurat itu. Kitab Taurat tersebut halamannya
telah usang dan rusak, tulisannya pun telah rusak dan pudar.
Kemudian ia pun duduk di bawah naungan pohon,
sedang bani israil berada di sekelilingnya, lalu diperbaharuinya kitab Taurat
tersebut untuk mereka. Pada saat itu turunlah duan buah pijar benda langit
sampai memasuki rongga mulutnya. seketika ia ingat kembali isi kitab Taurat.
Maka ia dapat menuliskannya kembali kitab Taurat untuk bani israil.
Karena itulah kaum yahudi mengatakan, “Uzair
putra Allah!” sebagai ungkapan ketakjuban mereka setelah melihat keajaiban
jatuhnya dua buah benda pijar langit tadi, juga diperbaharuinya kembali kitab Taurat
dan kembalinya Uzair kepada mereka, untuk mengurusi persoalan bani israil.
Konon, Uzair memperbaharui kembali kitab tersebut di daerah yang bernama
as-Sawad, di biara Hizkil. Sementara itu, negeri tempat ia wafat bernama Sabir
Abad.
Israiliyyat dalam kisah ini menurut Imam Jabir
ath-Thabari, kita sama sekali tidak mengetahui nama laki-laki tersebut. Bisa
jadi namanya Uzair atau Urmiya, namun kita sama sekali tidak perlu mengetahui
nama itu, karena maksud ayat tersebut bukanlah memberikan definisi tentang apa
yang diciptakan Allah dalam kisah tersebut, melainkan memberikan pemahaman
kondisi orang-orang yang mengingkari kekuasaan Allah swt untuk menghidupkan
kemabali ciptaan yang telah mati, mengembalikan mereka kepada bentuk semula
setelah binasa, dan hanya ditangan Allah lah hidup matinya manusia. Baik dari
kalangan Quraisy maupun bangsa Arab yang telah mendustakannya, juga memberikan
penegasan argumentasi tentang hal itu terhadap orang-orang yang tinggal di
antara dua temapt hijrah Rasul saw. Mulai dari daerah Buhudi bani Isarail.
Seandainya turunnya ayat tentang kisah
tersebut bertujuan memberikan kabar tentang nama laki-lakin tersebut, tentu
akan tercantum nash yang jelas di dalamnya, yang tidak menimbulkan keraguan.
Namun, pada kenyataannya, ayat tersebut hanya bermaksud mengkritik ungkapan
yang keluar dari mulut laki-laki itu. Karena itulah Allah menyebutkan kisah ini
dalam al-Qur’an.
2.
KISAH KEDUA: KISAH ORANG YANG TERPUTUS DARI
AYAT-AYAT ALLAH
Kisah ini disebutkan dalam al-Qur’an surat
al-A’rof ayat: 175-177
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آَتَيْنَاهُ آَيَاتِنَا
فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ (175)
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ
وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ
يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا
بِآَيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (176) سَاءَ مَثَلًا
الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا وَأَنْفُسَهُمْ كَانُوا يَظْلِمُونَ
Artinya:
Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya
ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian Dia melepaskan diri
dari pada ayat-ayat itu, lalu Dia diikuti oleh syaitan (sampai Dia tergoda),
Maka jadilah Dia Termasuk orang-orang yang sesat.
Dan
kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan
ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya
yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya
diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya
(juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat
kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.
Amat
buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada
diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim.
Ayat
tersebut menceritakan tentang seorang laki-laki yang hidup di zaman dahulu,
yaitu pada masa nabi Musa hidup seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil, ia
dikenal dengan nama panggilan Bal'am ibnu Ba'ura yang tinggal di Baitul Maqdis.
Dia adalah seorang laki-laki dari kalangan penduduk Al-Balqa, yang mengetahui
tentang Ismul Akbar.
Di
dalam sebagian hadis disebutkan bahwa dia termasuk orang yang lisannya beriman,
tetapi hatinya tidak beriman alias munafik, karena sesungguhnya dia mempunyai
banyak syair yang mengandung makna ketuhanan, kata-kata bijak, dan fasih,
tetapi Allah tidak melapangkan dadanya
untuk masuk Islam.
Nabi
Musa berangkat dengan pasukan kaum Bani Israil menuju negeri tempat Ba’lam
berada, atau negeri Syam. Lalu penduduk negeri tersebut merasa sangat takut dan
gentar terhadap Musa. Maka mereka mendatangi Ba’lam dan mengatakan kepadanya,
"Do’akanlah kepada Allah untuk kehancuran nabi Musa dan bala
tentaranya." Ba’lam menjawab, "Tunggulah sampai aku meminta saran
dari Tuhanku, atau aku diberi izin oleh-Nya." Ba’lam meminta saran dari
Tuhannya dalam do’anya yang memohon untuk kehancuran Musa dan pasukannya. Maka
dijawab, "Janganlah kamu mendoakan buat kehancuran mereka, karena
sesungguhnya mereka adalah hambahamba-Ku, dan di antara mereka terdapat nabi
mereka." Maka Ba’lam melapor kepada kaumnya, "Sesungguhnya aku telah
meminta saran kepada Tuhanku dalam do’aku yang memohon untuk kehancuran mereka,
tetapi aku dilarang melakukannya. Kaumnya berkata, "Sekiranya Tuhanmu
tidak suka engkau mendoakan untuk kehancuran mereka, niscaya Dia akan
melarangmu pula sebagaimana Dia melarangmu pada pertama kalinya. "Bal'am
terpaksa berdoa untuk kebinasaan mereka. Tetapi apabila ia mendoakan untuk
kehancuran mereka (Musa dan pasukannya), maka yang terucapkan oleh lisannya
justru mendoakan untuk kehancuran kaumnya. Dan apabila ia mendoakan untuk
kemenangan kaumnya, justru lisannya mendo’akan untuk kemenangan Musa dan
pasukannya atau hal yang semacam itu, seperti apa yang dikehendaki oleh Allah.
Maka
kaumnya berkata, "Kami tidak melihatmu berdo’a melainkan hanya untuk
kehancuran kami." Bal'am menjawab, "Tiada yang terucapkan oleh
lisanku melainkan hanya itu. Sekiranya aku tetap mendo’akan untuk
kehancurannya, niscaya aku tidak diperkenankan. Tetapi aku akan menunjukkan
kepada kalian suatu perkara yang mudah-mudahan dapat menghancurkan mereka.
Sesungguhnya Allah murka terhadap perbuatan zina, dan sesungguhnya jika mereka
terjerumus ke dalam perbuatan zina, niscaya mereka akan binasa; dan aku
berharap semoga Allah membinasakan mereka melalui jalan ini."
Bal'am
melanjutkan ucapannya, "Karena itu, keluarkanlah kaum wanita kalian untuk
menyambut mereka. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang sedang musafir,
mudah-mudahan saja mereka mau berzina sehingga binasalah mereka." Kemudian
mereka melakukan hal itu dan mengeluarkan kaum wanita mereka menyambut pasukan
Nabi Musa. Tersebutlah bahwa raja mereka mempunyai seorang anak perempuan,
perawi menyebutkan perihal kebesaran tubuhnya yang kenyataannya hanya Allah
yang mengetahuinya. Lalu ayahnya atau Bal'am berpesan kepadanya,
"Janganlah engkau serahkan dirimu selain kepada Musa." Akhirnya
pasukan Bani Israil terjerumus ke dalam perbuatan zina. Kemudian datanglah
kepada wanita tadi seorang pemimpin dari salah satu kabilah Bani Israil yang
menginginkan dirinya. Maka wanita itu berkata, "Saya tidak mau menyerahkan
diri saya selain kepada Musa."
Ba’lam
mengendarai keledainya hingga sampai di suatu tempat yang dikenal dengan nama al-Ma'luli.
Lalu Bal'am memukuli keledainya, tetapi keledainya itu tidak mau maju, bahkan
hanya berdiri saja di tempat. Lalu keledai itu berkata kepadanya, "Mengapa
engkau terus memukuliku? Tidakkah engkau melihat apa yang ada di hadapanmu
ini?" Tiba-tiba setan menampakkan diri di hadapan Bal'am. Lalu Bal'am
turun dan bersujud kepada setan itu.
Menurut
suatu pendapat, bahwa Musa ketika turun di negeri Kan'an—bagian dari wilayah
Syam—maka kaum Bal’am datang menghadap kepada Bal’am dan mengatakan kepadanya,
"Musa ibnu Imran telah datang bersama dengan pasukan Bani Israil. Dia
datang untuk mengusir kita dari negeri kita dan akan membunuh kita, lalu
membiarkan tanah ini dikuasai oleh Bani Israil. Dan sesungguhnya kami adalah
kaummu yang dalam waktu yang dekat tidak akan mempunyai tempat tinggal lagi,
sedangkan engkau adalah seorang lelaki yang doanya diperkenankan Tuhan. Maka
keluarlah engkau dan berdo’alah untuk kehancuran mereka." Ba’lam menjawab,
"Celakalah kalian! Nabi Allah ditemani oleh para malaikat dan orang-orang
mukmin, maka mana mungkin saya pergi mendo’akan untuk kehancuran mereka,
sedangkan saya mengetahui Allah tidak akan menyukai hal itu?" Mereka
mengatakan kepada Ba’lam, "Kami tidak akan memiliki tempat tinggal
lagi." Mereka terus-menerus meminta dengan memohon belas kasihan dan
berendah diri kepada Ba’lam untuk membujuknya.
Akhirnya
Ba’lam terbujuk, lalu Ba’lam menaiki keledai kendaraannya menuju ke arah sebuah
bukit sehingga ia dapat melihat perkemahan pasukan kaum Bani Israil, yaitu
Bukit Hasban. Setelah berjalan tidak begitu jauh, keledainya mogok, tidak mau
jalan. Maka Ba’lam turun dari keledainya dan memukulinya hingga keledainya mau
bangkit dan berjalan, lalu Ba’lam menaikinya. Tetapi setelah berjalan tidak
jauh, keledainya itu mogok lagi, dan Ba’lam memukulinya kembali, lalu menjewer
telinganya. Maka secara aneh keledainya dapat berbicara —memprotes tindakannya—
seraya mengatakan, "Celakalah kamu. hai Bal’am, ke manakah kamu akan
pergi. Tidakkah engkau melihat para malaikat berada di hadapanku
menghalanghalangi jalanku? Apakah engkau akan pergi untuk mendoakan buat
kehancuran Nabi Allah dan kaum mukminin?" Bal'am tidak menggubris
protesnya dan terus memukulinya, maka Allah memberikan jalan kepada keledai itu
setelah Bal'am memukulinya. Lalu keledai itu berjalan membawa Bal'am hingga
sampailah di atas puncak Bukit Hasban, di atas perkemahan pasukan Nabi Musa dan
kaum Bani Israil. Setelah ia sampai di tempat itu, maka ia berdo’a untuk kehancuran
mereka. Tidak sekali-kali Bal'am mendo’akan keburukan untuk Musa dan
pasukannya, melainkan Allah memalingkan lisannya hingga berbalik mendo’akan
keburukan bagi kaumnya. Dan tidak sekali-kali Bal'am mendoakan kebaikan buat
kaumnya, melainkan Allah memalingkan lisannya hingga mendoakan kebaikan buat
Bani Israil.
Maka
kaumnya berkata kepadanya, "Tahukah engkau, hai Bal'am, apakah yang telah
kamu lakukan? Sesungguhnya yang kamu do’akan hanyalah untuk kemenangan mereka
dan kekalahan kami." Bal'am menjawab, "Ini adalah suatu hal yang
tidak saya kuasai, hal ini merupakan sesuatu yang telah ditakdirkan oleh
Allah." Maka ketika itu lidah Bal'am menjulur keluar sampai sebatas
dadanya, lalu ia berkata kepada kaumnya, "Kini telah lenyaplah dariku dunia
dan akhiratku, dan sekarang tiada jalan lain bagiku kecuali harus melancarkan
tipu muslihat dan kilah yang jahat. Maka aku akan melancarkan tipu muslihat
buat kepentingan kalian.
Para
ahli tafsir berbeda pendapat mengenai maknanya. Menurut teks Ibnu Ishaq, dari
Salim, dari Abun Nadr, lidah Bal'am terjulur sampai dadanya. Lalu dia
diserupakan dengan anjing yang selalu menjulurkan lidahnya dalam kedua keadaan
tersebut, yakni jikadihardik menjulurkan lidahnya, dan jika dibiarkan tetap
menjulurkan lidahnya. Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah 'Bal'am
menjadi seperti anjing dalam hal kesesatannya dan keberlangsungannya
di dalam
kesesatan serta tidak adanya kemauan memanfaatkan doanya untuk keimanan.
Perihalnya diumpamakan dengan anjing yang selalu menjulurkan lidahnya dalam
kedua keadaan tersebut, jika dihardik menjulurkan lidahnya, dan jika dibiarkan
tetap menjulurkan lidahnya tanpa ada perubahan. Demikian pula keadaan Bal'am,
dia tidak memanfaatkan pelajaran dan doanya buat keimanan; perihalnya sama
dengan orang yang tidak memilikinya.
3.
KISAH KETIGA: KISAH PENDUDUK SEBUAH KOTA
Kisah ini disebutkan dalam al-Qur’an surat
Yaasiin ayat: 13-29
وَاضْرِبْ لَهُمْ
مَثَلًا أَصْحَابَ الْقَرْيَةِ إِذْ جَاءَهَا الْمُرْسَلُونَ (13) إِذْ
أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ
فَقَالُوا إِنَّا إِلَيْكُمْ مُرْسَلُونَ (14) قَالُوا مَا أَنْتُمْ إِلَّا بَشَرٌ
مِثْلُنَا وَمَا أَنْزَلَ الرَّحْمَنُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا
تَكْذِبُونَ (15) قَالُوا رَبُّنَا يَعْلَمُ إِنَّا إِلَيْكُمْ لَمُرْسَلُونَ (16)
وَمَا عَلَيْنَا إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ (17) قَالُوا إِنَّا تَطَيَّرْنَا
بِكُمْ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهُوا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُمْ مِنَّا
عَذَابٌ أَلِيمٌ (18) قَالُوا طَائِرُكُمْ مَعَكُمْ أَئِنْ ذُكِّرْتُمْ بَلْ
أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ (19) وَجَاءَ مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ رَجُلٌ
يَسْعَى قَالَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِينَ (20) اتَّبِعُوا مَنْ لَا
يَسْأَلُكُمْ أَجْرًا وَهُمْ مُهْتَدُونَ (21) وَمَا لِيَ لَا أَعْبُدُ الَّذِي
فَطَرَنِي وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (22) أَأَتَّخِذُ مِنْ دُونِهِ آَلِهَةً إِنْ
يُرِدْنِ الرَّحْمَنُ بِضُرٍّ لَا تُغْنِ عَنِّي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا وَلَا
يُنْقِذُونِ (23) إِنِّي إِذًا لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (24) إِنِّي آَمَنْتُ
بِرَبِّكُمْ فَاسْمَعُونِ (25) قِيلَ ادْخُلِ الْجَنَّةَ قَالَ يَا لَيْتَ قَوْمِي
يَعْلَمُونَ (26) بِمَا غَفَرَ لِي رَبِّي وَجَعَلَنِي مِنَ الْمُكْرَمِينَ (27)
وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَى قَوْمِهِ مِنْ بَعْدِهِ مِنْ جُنْدٍ مِنَ السَّمَاءِ
وَمَا كُنَّا مُنْزِلِينَ (28) إِنْ كَانَتْ إِلَّا صَيْحَةً وَاحِدَةً فَإِذَا
هُمْ خَامِدُونَ (29) يَا حَسْرَةً عَلَى الْعِبَادِ مَا يَأْتِيهِمْ مِنْ رَسُولٍ
إِلَّا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ (30) أَلَمْ يَرَوْا كَمْ أَهْلَكْنَا
قَبْلَهُمْ مِنَ الْقُرُونِ أَنَّهُمْ إِلَيْهِمْ لَا يَرْجِعُونَ (31) وَإِنْ
كُلٌّ لَمَّا جَمِيعٌ لَدَيْنَا مُحْضَرُونَ (32) وَآَيَةٌ لَهُمُ الْأَرْضُ
الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَاهَا وَأَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُونَ
(33) وَجَعَلْنَا فِيهَا جَنَّاتٍ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ وَفَجَّرْنَا فِيهَا
مِنَ الْعُيُونِ (34) لِيَأْكُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ وَمَا عَمِلَتْهُ أَيْدِيهِمْ أَفَلَا
يَشْكُرُونَ (35) سُبْحَانَ الَّذِي خَلَقَ الْأَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْبِتُ
الْأَرْضُ وَمِنْ أَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُونَ (36) وَآَيَةٌ لَهُمُ
اللَّيْلُ نَسْلَخُ مِنْهُ النَّهَارَ فَإِذَا هُمْ مُظْلِمُونَ (37)
Artinya:
Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, Yaitu penduduk suatu negeri ketika
utusan-utusan datang kepada mereka.
(yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua
orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan
(utusan) yang ketiga, Maka ketiga utusan itu berkata: "Sesungguhnya Kami
adalah orang-orang di utus kepadamu".
Mereka
menjawab: "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti Kami dan Allah yang
Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta
belaka".
Mereka
berkata: "Tuhan Kami mengetahui bahwa Sesungguhnya Kami adalah orang yang
diutus kepada kamu".
Dan
kewajiban Kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan
jelas".
Mereka
menjawab: "Sesungguhnya Kami bernasib malang karena kamu, Sesungguhnya
jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya Kami akan merajam kamu dan
kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami".
Utusan-utusan
itu berkata: "Kemalangan kamu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu
diberi peringatan (kamu bernasib malang)? sebenarnya kamu adalah kaum yang
melampui batas".
Dan
datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas-gegas ia berkata:
"Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu".
Ikutilah
orang yang tiada minta Balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk.
Mengapa
aku tidak menyembah (tuhan) yang telah menciptakanku dan yang hanya
kepada-Nya-lah kamu (semua) akan dikembalikan?
Mengapa
aku akan menyembah tuhan-tuhan selain nya jika (Allah) yang Maha Pemurah
menghendaki kemudharatan terhadapku, niscaya syafaat mereka tidak memberi
manfaat sedikitpun bagi diriku dan mereka tidak (pula) dapat menyelamatkanku?
Sesungguhnya
aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata.
Sesungguhnya
aku telah beriman kepada Tuhanmu; Maka dengarkanlah (pengakuan keimanan) ku.
Dikatakan
(kepadanya): "Masuklah ke syurga". ia berkata: "Alangkah baiknya
Sekiranya kamumku mengetahui.
Apa
yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku Termasuk
orang-orang yang dimuliakan".
Dan
Kami tidak menurunkan kepada kaumnya sesudah Dia (meninggal) suatu pasukanpun
dari langit dan tidak layak Kami menurunkannya.
Tidak
ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan suara saja; Maka tiba-tiba
mereka semuanya mati.
Diceritakan menurut riwayat israiliyat, kota
itu bernama Antokiyah yang dulunya merupakan bagian dari negeri Romawi dan
dipimpin oleh seorang raja yang dzalim penyembah patung bernama Anthikus. Nabi
Isa menginginkan agar penduduknya beriman kepada Allah. Beliau mengutus dua
orang dari golongan Hawari yang akhirnya didustakan oleh penduduk itu. Setelah
itu, diutus kembali Hawari yang ketiga.
Mereka berkata, “nabi Isa telah mengutus dua
utusan ke Antokiyah kemudian keduanya bertemu dengan seorang kakek yang sedang
menggembalakan domba-dombanya. Kakek ini bernama Habin an-Najjar. Keduanya
mengajak si kakek untuk beriman kepada Allah dan menerangkan bahwa mukjijat
keduanya adalah menyembuhkan penyakit. Diceritakan bahwa si kakek mempunyai
anak yang sakit gila. Kemudian kedua utusan tadi mengusap anak itu dan ternyata
sembuh maka berimanlah kakek itu.
Setelah kejadian itu, tersebarlah keahlian
mereka berdua di seluruh kota. Keduanya banyak menyembuhkan berbagai penyakit.
Ketika raja kafir penyembah berhala mendengar berita tentang keduanya, ia marah
dan memenjarakan keduanya.
Setelah nabi Isa tahu apa yang terjadi pada
dua utusan itu, beliau mengutus utusan yang ketiga yang bernama Syam’un. Karena
dia tahu apa yang terjadi pada kedua
temannya maka dia mencari tipu muslihat supaya sampai pada raja hingga berhasil
dan menyembunyikan keimanan serta agamanya. Kemudian, dia dapat hidup dengan
raja dan menjadi teman dekatnya.
Pada suatu hari berkatalah dia kepada raja,
“aku mendengar bahwa engkau telah memenjarakan dua orang yang mengajakmu
beriman kepada Allah, bolehkan aku bertanya perihal keduanya? Raja berkata, “kemarahan
telah menghalangi antara aku dan pertanyaan tentang keduanya.” Kemudian dia
berkata, “bagaimana kalau merka kupanggil sekarang?” keduanya pun dipanggil.
Kemudian Syam’un berkata, “apa yang menjadi bukti dari agama kalian berdua?”
keduanya berkata, “kami menyembuhkan orang yang buta” kemudian mereka
mendatangkan seorang laki-laki yang buta matanya, seakan-akan tak ada tempat
bagi matanya karena menyatu dengan pelipisnya. Berdo’alah kedua utusan ini
pada Allah. Tidak lama kemudian
terbukalah kedua mata anak itu dan bisa melihat.
Terkejutlah raja dengan apa yang baru
dilihatnya. Ia berkata, “ada seorang anak yang telah tujuh hari mati dan belum
dikubur karena menunggu kedatangan bapaknya. Apakah kalian berdua dapat
menghidupkannya? Keduanya menjawab, “ya! Kemudian keduanya berdo’a kepada Allah
secara terang-terangan sementara Syam’un berdo’a dengan cara sembunyi-sembunyi.
Maka Allah menghidupkan mayat itu kemudian ia berdiri dan berkata pada manusia.
Aku telah mati sejak tujuh hari yang lalu dalam keadaan musyrik maka aku
dimasukkan ke dalam tujuh lembah neraka. Maka berhati-hatilah kalian dengan
kemusyrikan kalian dan berimanlah kalian kepada Allah. Kemudian dibukalah
pintu-pintu langit dan aku melihat seorang pemuda tampan memberi syafaat kepada
ketiga orang ini yaitu Syam’un dan kedua temannya hingga Allah menghidupkanku
dan aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Isa adalah Nabi
Allah dan menyampaikan kalimat-Nya. Sesungguhnya mereka adalah utusan-utusan
Allah.”
Mereka berkata, “Syam’un juga bersama mereka?”
Dia berkata, “betul, bahkan dialah yang paling utama di antara mereka!” Maka
Syam’un memberitahukan mereka bahwa sesungguhnya dia adalah utusan Almasih
untuk mengajak mereka beriman pada Allah. Maka raja itu beriman bersama
sebagian besar kaumnya sementara sebagian yang lain tetap dalam kekafiran. Dalam
versi lain dikatakan bahwa raja tidak beriman, bahkan dia bertambah kufur dan
menentang kemudian menindas dan menyiksa mereka serta ingin membunuh dan
menghukum mereka.
Kemudian datanglah dari ujung kota seorang
laki-laki dengan bergesa-gesa. Dia itu adalah Habib bin Mari, yaitu Habib
an-Najjar yang dulu dilewati oleh kedua utusan pertama, serta anaknya yang gila
yang telah disembuhkan oleh merka. Kemudian dia berkata pada raja dan
tentara-tentaranya, mengajak mereka beriman kepada Allah dan utusan-utusannya
sambil mengumumkan keimanannya.
Maka marahlah raja padanya dan memerintahkan kepada
tentaranya supaya mereka membunuh laki-laki itu. Kemudian mereka pun menangkap
dan membunuhnya. Dikatakan bahwa mereka menginjak-injaknya sehingga keluarlah
isi perutnya melalui dubur hingga mati. Dikatakan pula bahwa mereka merajamnya
denganbatu. Sementara itu ia berkata, “Ya Allah ampunilah kaumku, sesungguhnya
mereka tidak mengetahui.”
Kemudian mereka membunuhnya dan membunuh tiga
utusan itu. Diceritakan bahwa ketika ingin membunuh Habib an-Najjar, Allah
mengangkatnya ke langit kemudian ke surga. Adapun penduduk kota itu, telah datang
kepada mereka Jibril dengan jeritan suatu yang menghancurkan mereka semua.
Inilah perincian kisah menurut riwayat
israiliyat. Tidak ada satupun yang dinukil dari Rasulullah saw. Oleh karena
itu, kisah ini merupakan perkataan penuh prasangka, kebohongan, dan dugaan
saja. Sedangkan seluruh kisah orang-orang terdahulu itu harus ada hadits shahih
dari Rasulullah saw.
4.
KISAH KEEMPAT: KISAH LUQMAN
Kisah ini disebutkan dalam al-Qur’an
surat Luqman ayat: 12-19
وَلَقَدْ آَتَيْنَا
لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ
لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (12) وَإِذْ قَالَ
لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ
الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (13) وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ
حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ
لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (14) وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ
تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي
الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ
مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (15) يَا بُنَيَّ
إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ
فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ
خَبِيرٌ (16) يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ
الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
(17) وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ
اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (18) وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ
وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
Artinya:
Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu:
"Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah),
Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang
tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
Dan
(ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Dan
Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya;
ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Dan
jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang
kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
(Luqman
berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat
biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya
Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi
Maha mengetahui.
Hai
anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah).
Dan
janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah
kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
Dan
sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
Imam
as-Suyuthi dalam kitabnya, ad-Durrul Mantsur, menceritakan bahwa luqman
adalah adalah seorang hamba sahaya berkebangsaan Habsyi Najr. Ia bekerja
sebagai tukang kayu, bertubuh kecil, berhidung mancung, pandai bersilat lidah,
berkaki lebar, dan Allah memberikan hikmah kepadanya, tetapi bukan kenabian.
Ketika
Allah swt menyodorkan pilihan kepada luqman antara hikmah dan kenabian, ia
memilih hikamah daripada kenabian. Kemudian Jibril datang kepadanya ketika ia
sedang tidur lalu menyerahkan kepadanya hikmah dan akhirnya ia dapat
berkata-kata dengan hikmah itu. Sewaktu ia ditanya kenapa memilih hikmah
daripada kenabian, padahal Tuhannya memberikan pilihan kepadanya, ia menjawab,
“seandainya diberikan kepadaku kewajiban dan perintah untuk memikul tugas
kenabian, pasti tidak ada sesuatu yang kuharapkan darinya melainkan kesuksesan
dan aku pasti akan berusaha untuk dapat menunaikannya dengan baik. Akan tetapi,
Allah memberikan kepadaku pilihan maka aku takut menjadi orang yang paling
lemah dalam menunaikan kenabian itu, sehingga hikmah lebih kusenangi dari
kenabian.
Adapun
sikap kita terhadap riwayat di atas adalah tawaquf, menangguhkannya,
tidak menceritakan dan menghubungkannya pada luqman, juga tidak mengakui hal
tersebut benar-benar padanya karena semua itu tidak datang dari hadits-hadits
yang benar shahih dari Rasulullah saw. Kita tidak menolak mentah-mentah cerita
tersebut. Tetapi kita juga tidak membenarkannya, karena ada kemungkinan cerita
itu memang benar-benar terjadi.
Inilah
sikap yang paling tepat, tawaquf, tidak meniadakannya dan tidak menetapkannya,
tidak mengakuinya, dan tidak menolaknya, terutama hal-hal yang tidak ada faedah
keilmuannya dan tidak menghasilkan sesuatu yang bermanfaat ataupun amalan yang
diterima oleh Allah swt.
5.
KISAH KELIMA: KEBERHASILAN SYAITAN DALAM
MENYESATKAN ANAK ADAM
Kisah ini disebutkan dalam al-Qur’an surat
al-Maidah ayat: 27-32
قَالُوا يَا مُوسَى
إِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا أَبَدًا مَا دَامُوا فِيهَا فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ
فَقَاتِلَا إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ (24) قَالَ رَبِّ إِنِّي لَا أَمْلِكُ
إِلَّا نَفْسِي وَأَخِي فَافْرُقْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ
(25) قَالَ فَإِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيْهِمْ أَرْبَعِينَ سَنَةً يَتِيهُونَ فِي
الْأَرْضِ فَلَا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ (26) وَاتْلُ عَلَيْهِمْ
نَبَأَ ابْنَيْ آَدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا
وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآَخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا
يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ (27) لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ
لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لِأَقْتُلَكَ إِنِّي أَخَافُ
اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ (28) إِنِّي أُرِيدُ أَنْ تَبُوءَ بِإِثْمِي
وَإِثْمِكَ فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ وَذَلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ
(29) فَطَوَّعَتْ لَهُ نَفْسُهُ قَتْلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُ فَأَصْبَحَ مِنَ
الْخَاسِرِينَ (30) فَبَعَثَ اللَّهُ غُرَابًا يَبْحَثُ فِي الْأَرْضِ لِيُرِيَهُ
كَيْفَ يُوَارِي سَوْأَةَ أَخِيهِ قَالَ يَا وَيْلَتَا أَعَجَزْتُ أَنْ أَكُونَ
مِثْلَ هَذَا الْغُرَابِ فَأُوَارِيَ سَوْأَةَ أَخِي فَأَصْبَحَ مِنَ
النَّادِمِينَ (31) مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ
أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ
فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا
النَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ
كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ (32)
Artinya: “Ceritakanlah kepada mereka
kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika
keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka
berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil):
"Aku pasti membunuhmu!". berkata Habil: "Sesungguhnya Allah
hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa".
"Sungguh
kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali
tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku
takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam."
"Sesungguhnya
aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu
sendiri, Maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian Itulah
pembalasan bagi orang-orang yang zalim."
“Maka
hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu
dibunuhnyalah, Maka jadilah ia seorang diantara orang-orang yang merugi.
“Kemudian
Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan
kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya. berkata
Qabil: "Aduhai celaka Aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung
gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" karena itu
jadilah Dia seorang diantara orang-orang yang menyesal.
“Oleh
karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa
yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain,
atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah
membunuh manusia seluruhnya. dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang
manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan
Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa)
keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu
sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.
Diceritakan ketika Allah menurunkan
Adam dan Isterinya, Hawa, ke bumi, dianugrahkan kepada keduanya anak yang
banyak. Pada setiap kehamil;an, hawa mengandung anak kembar laki-laki dan
perempuan dan dilahirkan dari keduanya empat puluh anak, 20 laki-laki dan 20
perempuan.
Adam dianugrahi anak setelah
diturunkan ke bumi anak laki-laki dan perempuan dalam satu kelahiran, dinamakan
yang laki-laki Qabil dan yang perempuan diberinama Iqlima. Lalu setelah dua
tahun dia dianugrahi kembali anak laki-laki dan perempuan. Yang laki-laki
diberi nama Habil dan yang perempuan Labuda.
Adam memerintahkan agar Qabil
menikah dengan Labuda. Akan tetapi, Qabil menolak. Ia hanya mau menikah dengan
saudarinya, Iqlima, karena parasnya lebih cantik daripada Labuda. Karena adanya
perselisihan, Adam berkata kepada keduanya, “berkurbanlah! Siapa diantara kamu
yang diterima kurbannya maka dialah yang berhak atas Iqlima”
Qabil adalah seorang petani yang
mempunyai sebidang sawah, sedangkan Habil adalah seorang gembala yang mempunyai
hewan ternak. Habil memilih domba yang gemuk, yang terbaik diantara hewan
ternaknya sedangkan Qabil memilih seikat padi yang bagus sebagai kurban. Lalu
turunlah api memakan kurban Habil dan membiarkan kurban Qabil. Domba Habil
hidup senang di surga sampai digantikan oleh ismail as. Qabil sangat marah
karena Allah menolak kurbannya. Ia merasa iri serta dengki kepada saudaranya
lalu berkata, “sungguh aku akan membunuhmu.” Habil berkata kepadanya,
“mengapa?” Qabil berkata, “Karena Alllah menerima kurbanmu dan tidak menerima
kurbanku, lalu kau menikahi saudariku yang cantik dan aku menikahi saudarimu
yang jelek.”
Lalu Qabil datang untuk membunuh
Habil, tetapi habil menghindar darinya dan lari ke puncak gunung. Pada suatu
hari, Qabil mendatanginya ketika ia sedang tidur, lalu diangkatnya batu beasar
untuk membunuhnya, padahal ia tidak mengetahui bagaimana cara membunuhnya.
Setanpun mencontohkan kepadanya dengan mengambil burung dihadapannya lalu ia
letakkan kepalanya di atas batu kemudian ia pecahkan kepalanya dengan batu yang
lain.
Ketika Habil terbunuh, bumi
berguncang selama tujuh hari. Makanan berubah rasa, buah-buahan menjadi masam,
air menjadi pahit, tanahpun menjadi debu. Pada waktu itu Adam yang sedang
berada di Mekkah merasa aneh atas apa yang terjadi. Ketika ia pergi ke India
untuk mencari kabar berita, tahulah ia bahwa Qabil telah membunuh Habil.
Qabil tidak tahu apa yang akan ia perbuat
dengan mayat saudaranya, lalu Allah memanggilnya, “Qabil, di mana saudaramu
Habil?” Qabil berkata, “saya tidak tahu. Saya bukan penjaganya.” Allah berkata
kepadanya, “sesungguhnya darah saudaramu telah memanggilku dari dalam tanah,
mengapa kau bunuh saudaramu?” Qbail pun menjawab, “maka dimanakah darahnya jika
aku telah membunuhnya?” pada waktu itu, tanah telah meminum (menyerap darahnya,
mka Allah mengharamkan kepada bumi pada hari itu untuk meminum darah setelah
itu salamanya).
Qabil tidak tahu apa yang harus ia
lakukan terhadap jasad saudaranya, maka ia memanggulnya, selam satu tahun penuh
sampai mengeluarkan bau busuk. Hewan-hewan buas dan burung-burung pun menanti
dimana ia akan membuangnya, agar mereka dapat memakannya. Lalu Allah mengutus
dua burung gagak yang saling membunuh. Salah satunya berhasil membunuh yang
lain. Kemudian gagak myang membunuh memnggali lubang di tanah dengan paruh dan
kakinya kemudian ia letakkan mayat gagak yang telah mati di dalamnya, lalu ia
timbun kembali. Qabil memperhatikannya, lalu bangkit dan menggali lubang untuk
saudaranya lalu menguburnya.
Setelah kematian Habil, Adam hidup
dalam kesedihan dan tidak tertawa selama 100 tahun, lalu malaikat datang
kepadanya dan berkata, “Allah memberikan kepadamu umur yang panjang dan
mengangkat derajatmu serta menyampaikan kabar gembira dengan kelahiran seorang
anak laki-laki, maka Adampun tersenyum.
Sedangkan Qabil, dikatakan
kepadanya, “Pergilah, “maka ia pun pergi dalam keadaan terusir dan ketakutan,
lalu ia pegang tangan saudarinya, Iqlima, dan pergi dengannya ke Aden Yaman.
Kemudian syetan mendatanginya dan berkata kepadanya, “sesungguhnya api memakan
kurban saudaramu karena saudaramu karena dia menghambakan diri kepada api dan
menyembahnya,” maka Qabil membangun rumah untuk api dan menyembahnya.
Qabil mempunyai seorang anak yang
buta. Suatu ketika, ia sedang bersama anaknya. Ia berkata kepadanya, “ini
bapakmu, Qabil, lalu ia melemparinya dengan apa yang ada ditangannya dan
membunuhnya.”
Allah mengikat tangan Qabil, sampai
kakinya dan menghadapkannya ke matahari, berputar sebagaimana berputarnya
matahari, agar merasakan panasnya. Di musim panas, ia dipagari dan dimusim
dingin, ia dipagari salju sampai hari kiamat. Israiliyat
dalam kisah ini sebagaimana yang dikatakan Sayyid Quthb bahwa, Al-Qur’an tidak
menyebutkan waktu, tempat, maupun nama-nama kisah. Meskipun ada sebagian hadits
yang mengemukakan tentang Qabil dan Habil bahwa mereka adalah anak Adam, dan
perincian tentang masalah diantara mereka serta perselisihan di antara mereka,
namun tidak memuat nama, waktu, dan tempat sepert yang disebutkan dalam kisah
tersebut.
C.
DAFTAR PUSTAKA
Loues Ma’luf , al-Munjid fi
al-A’lam, Bairut: Dar al-Masyriq, 1998
Muhammad
Husain al-Dzahabi, al-Israiliyat fi al-Tafsir wa al-Hadits, Kairo:
Maktabah Wahbah, 1990
Shalah
Abdul Fattah al-Khalidy, Ma’a Qashashis-Saabiqiina fil-Qur’a, Damaskus:
Darul Qalam, 1996.
Syaikh
‘Umar Sulaiman al-Asyqor, Kisah-Kisah Shahih dalam Al-Qur’an dan
Sunnah diterjemahkan oleh: Tim Pustaka ELBA.
Tim
UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru
Van Hoeve, 2005), Jilid. 3
Israiliyat berasal dari bahasa Arab, yaitu " قصة ", bentuk jamaknya
adalah " قصص " dengan qaf dibaca kasrah. Kisah dalam bahasa Arab adalah
berita-berita yang diriwayatkan dan diceritakan. Al-Qur'an telah menamakan
berita-berita umat terdahulu yang disampaikan kepada kita dengan sebutan kisah.
Secara
etimologi kata Israiliyat إسرائیلیات merupakan bentuk
jamak dari kata Israiliyah إسرائیلیة yang dinisbahkan
pada Israil إسرائیل yang dalam bahasa Ibrani, kata Isra berarti hamba atau
pilihan, dan berarti Allah. Israil ini tidak lain adalah julukan Nabi Ya’qub
bin Ishaq, bapak dari keturunan-keturunan dari 12 anak. Kepadanya dinisbahkan
pada Yahudi, lalu dikatakan Bani Israil.
Secara
terminologis, Israiliyah merupakan sesuatu yang menyerap ke dalam tafsir dan
hadis di mana periwayatannya berkaitan dengan sumber Yahudi dan Nasrani, baik
menyangkut agama mereka atau tidak dan kenyataannya kisah-kisah tersebut
merupakan pembauran dari berbagai agama dan kepercayaan yang masuk ke Jazirah
Arab yang dibawa oleh orang-orang Yahudi.
Menurut
al-Dzahabi, secara terminologi Israilayat adalah kisah-kisah yang pada asalnya
diriwayatkan orang Yahudi. Namun para ulama’ tafsir dan hadits menggunakanya
juga lebih luas daripada kisah-kisah Yahudi. Maksudnya, setiap sesuatu yang
masuk ke dalam tafsir dan hadits yang sumber periwayatannya kembali pada sumber
orang Yahudi, Nasrani dan yang lain Muhammad Husain
al-Dzahabi, al-Israiliyat fi al-Tafsir wa al-Hadits (Kairo: Maktabah
Wahbah, 1990), hal. 13. Lihat pula Syaikh ‘Umar Sulaiman al-Asyqor, Kisah-Kisah
Shahih dalam Al-Qur’an dan Sunnah diterjemahkan oleh: Tim Pustaka
ELBA. Lihat pula Tim UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam (Jakarta:
PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005), Jilid. 3, hal. 237. Bandingkan dengan Loues
Ma’luf , al-Munjid fi al-A’lam (Bairut: Dar al-Masyriq, 1998), hal. 44.
Muhammad Husain al-Dzahabi, al-Israiliyat fi al-Tafsir wa al-Hadits, hal.
13.